Jumat, 28 Oktober 2011

Syariat Islam Mengenai Cinta & Menikah Tanpa Cinta

Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang diciptakan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya. Sebagaimana Firman Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, yang artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendir , supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar Rum: 21) Cinta pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor, karena kekotoran dan kesucian tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai yang kotor dan haram. Cinta mengandung segala makna kasih sayang, keharmonisan, penghargaan dan kerinduan, disamping mengandung persiapan untuk menempuh kehiduapan dikala suka dan duka, lapang dan sempit.
Cinta Adalah Fitrah Yang Suci
Cinta bukanlah hanya sebuah ketertarikan secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan cinta bukan puncaknya.Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan.Tapi disamping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian dengan akhlak yang baik.
Islam adalah agama fitrah karena itulah islam tidaklah membelenggu perasaan manusia.Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang tumbuh pada diri seorang manusia .Akan tetapi islam mengajarkan pada manusia untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga , dirawat dan dilindungi dari segala kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.
Islam mebersihkan dan mengarahkan perasaan cinta dan mengajarkan bahwa sebelum dilaksanakan akad nikah harus bersih dari persentuhan yang haram.
Menikah Tanpa Cinta
Adakalanya sebuah pernikahan terjadi tanpa dilandasi oleh cinta. Mereka berpendapat bahwa cinta itu bisa muncul setelah pernikahan. Islam memandang bahwa faktor ketertarikan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Islam melarang seorang wali menikahkan seorang gadis tanpa persetujuannya dan menghalanginya untuk memilih lelaki yang disukainya seperti yang termuat dalam Al Qur’an dan Al Hadist
Firman Alloh Subhanallohu wa Ta’ala, yang artinya: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan bakal suaminya” (QS. Al Baqarah: 232)
“Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu anhu , bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam , lalu ia memberitahukan bahwa ayahnya telah menikahkannya padahal ia tidak suka , lalu Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam memberikan hak kepadanya untuk memilih” (HR Abu Daud)
Karena yang menjalani sebuah pernikahan adalah kedua pasangan itu bukanlah wali mereka.
Selain itu seorang yang hendak menikah hendaknyalah melihat dahulu calon pasangannya seperti termuat dalam hadist: “Apabila salah seorang dari kamu meminang seorang wanita maka tidaklah dosa atasnya untuk melihatnya, jika melihatnya itu untuk meminang, meskipun wanita itu tidak melihatnya” (HR. Imam Ahmad)
Memang benar dalam beberapa kasus, pasangan yang menikah tanpa didasari cinta bisa mempertahankan pernikahannya. Tapi apakah hal ini selalu terjadi, bagaimana bila yang terjadi adalah sebuah neraka pernikahan, kedua pasangan saling membenci dan saling mencaci maki satu sama lain. Sebuah pernikahan dalam islam diharapkan dapat memayungi pasangan itu untuk menikmati kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang dengan mengikat diri dalam sebuah perjanjian suci yang diberikan Alloh Subhanallohu wa Ta’ala. Karena itulah rasa cinta dan kasih sayang ini sudah sepantasnya merupakan hal yang harus diperhatikan sebelum kedua pasangan mengikat diri dalam pernikahan. Karena inilah salah satu kunci kebahagian yang hakiki dalam mensikapi problematika rumah tangga nantinya.

Rabu, 26 Oktober 2011

tak kan tergantikan .........


tak pernah Q sesaLi bertemu dengan sosok.mu
,kehadiran.mu membawa warna indah daLam rangkaian tuLisan hidupQ
,nasihat2mu membawa perubahan
,senyum.mu membawa kesejukan
,dan kasih sayang.mu membawa kedamaian jiwa
..tak pernah Q temukan sosok seperti sosok.mu
,meski kini kau teLah jauh namun tak akan ada yang mampu menggantikan sosok.mu di hatiQ
,TAK AKAN TERGANTIKAN
ituLah janjiQ untuk.mu
..meLepas.mu bukan mauQ
,MeLepas.mu adaLah kebohongan terbesar daLam hidupQ
Namun meLepas.mu adaLah haL Terbaek untuk kita..
meski kini Q tak Lagi menggenggam.mu
namun jauh di Lubuk hatiQ masih terukir nana.mu
,terukir jeLas dan indah 

Selasa, 25 Oktober 2011

LeLaki sejati ...

laki2 sejati dia adlh yg menundukkan pandangan kpda wnita yg dicintainya,bukan karna wnita tersebut tak layak d pandang tapi ia tau bahwa wanita ter sebut begitu indah...
laki2 sejati merka adlah yg tak ingin menyentuh wanita yg di cintainya sedikit pun bukan karna jijik padanya, tapi karna dia begitu suci untuk di sentuh ..
lelaki sejati mrea adalah yg tak suka mengumbar kata2 cinta bukan karna mereka tidak memilikinya tapi karna ia tak mau itu hanya karna nafsu belaka.
lelaki sejati adalah mereka yg tak ingin berada di dekat wanita yg di cintainya,bukan karna dia tak suka dengannya tapi karna dia tak ingin mengotorinya tampa jelas tujuan dan arah,
.ia takut akan azaab di kemudian hari.ia hanya ingin menjaga iman dan perasaannya,dan menjaga kehormatan wanita yang dicintainya...

antara mencatat iLmu & tak mencatat iLmu

Ilmu merupakan harta tak ternilai yang dimiliki manusia. Allah ta’ala telah meninggikan orang-orang yang mempunyai ilmu beberapa derajat dibandingkan selain mereka, sebagaimana firman-Nya :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Al-Mujaadilah : 11].

Salah satu sarana untuk memelihara ilmu adalah dengan menulisnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
Ikatlah ilmu dengan kitab (yaitu : dengan menulisnya)” [Hadits shahih dengan kese, luruhan jalannya sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026].
Berikut akan dituliskan beberapa atsar dari salaf yang berkaitan tentang penulisan ilmu :
أَخْبَرَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَخْنَسِ، قَالَ: حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ، وَقَالُوا: تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَاءِ؟ فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِإِصْبَعِهِ إِلَى فِيهِ، وَقَالَ: " اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ "
، وَيُكْتَبُ مَا يُجِيبَ فِيهِ بَيْنَ يَدَيْهِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Syu’aib : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Al-Ghaaz, ia berkata : ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah pernah ditanya, dan kemudian ditulis jawabannya di hadapannya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 523; shahih].
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ، أَخْبَرَنَا فُضَيْلٌ، عَنْ عُبَيْدٍ الْمُكْتِبِ، قَالَ: " رَأَيْتُهُمْ يَكْتُبُونَ التَّفْسِيرَ عِنْدَ مُجَاهِدٍ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Amru bin ‘Aun : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail, dari ‘Ubaid Al-Muktib, ia berkata : “Aku melihat mereka menulis tafsir di sisi Mujaahid” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 519; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Ma’iin dalam Hadiits-nya riwayat Abu Bakr Al-Marwaziy no. 86].
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، قَالَ: " يَعِيبُونَ عَلَيْنَا الْكِتَابَ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Abu Maliih, ia berkata : “Mereka mencelaku karena aku menulis ilmu/hadits. Padahal Allah ta’ala telah berfirman : “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab” (QS. Thaha : 52)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 506; shahih].
Sebagaimana dikatakan Abu Maliih Al-Hudzaliy (seorang tabi’iy pertengahan, tsiqah), memang benar ada sebagian salaf yang tidak menyukai menuliskan ilmu/hadits. Berikut riwayatnya :
أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلَا تُكَتِّبُنَا، فَإِنَّا لَا نَحْفَظُ ؟، فَقَالَ: " لَا، إِنَّا لَنْ نُكَتِّبَكُمْ، وَلَنْ نَجْعَلَهُ قُرْآنًا، وَلَكِنْ احْفَظُوا عَنَّا كَمَا حَفِظْنَا نَحْنُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Jurairiy, dari Abu Nadlrah, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu : “Tidakkah engkau menuliskan sesuatu kepada kami, karena kami tidak menghapalnya ?”. Ia menjawab : “Tidak, kami tidak akan menuliskan bagi kalian. Dan kami tidak akan menjadikannya (seperti) Al-Qur’an (yang tertulis). Akan tetapi, hapalkanlah dari kami sebagaimana kami menghapalnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 478; shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 2/216, Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 19-27, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy dalam Dzammul-Kalaam wa Ahlihi 3/240].
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عِيسَى النَّاقِدُ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ بْنِ مَالِكٍ الْقَطِيعِيُّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الْفَزَارِيُّ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الشَّعْثَاءَ الْمُحَارِبِيُّ، أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، كَرِهَ كِتَابَ الْعِلْمِ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan bin ‘Iisaa An-Naaqid : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Ja’far bin Hamdaan bin Maalik Al-Qathii’iy : Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad Al-Firyaabiy : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Marwaan Al-Fazaariy, dari Abu Maalik, dari Abusy-Sya’tsaa’ Al-Muhaaribiy : Bahwasannya Ibnu Mas’uud membenci penulisan ilmu [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 28; shahih].
أَخْبَرَنَا ابْنُ رَزْقَوَيْهِ، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَنْبَلٌ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَسْلَمَ، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ هِلالٍ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، قَالَ: كَتَبْتُ حَدِيثَ أَبِي مُوسَى أَنَا وَمَوْلَى لَنَا، قَالَ: فَظَنَّ أَنِّي أَكْتُبُ حَدِيثَهُ، فَقَالَ " يَا بُنَيَّ